- Back to Home »
-
-
Masuknya Pengaruh Komunisme ke dalam Sarekat Islam
Posted by : Uchiha sasukeee
Sunday, 5 May 2013
SI yang mengalami perkembangan
pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham sosialisme revolusioner. Paham ini
disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging)
pada tahun 1914. Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya,
tetapi karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat
Indonesia melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya
kurang berhasil. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal
sebagai "Blok di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI
oleh karena dengan tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang
kapitalisme namun dengan cara yang berbeda.
Dengan usaha yang baik, mereka
berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti Semaoen, Darsono, Tan Malaka,
dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini menyebabkan SI pecah menjadi "SI
Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang
dipimpin Semaoen. SI merah berlandaskan asas sosialisme-komunisme.
Faktor-faktor yang mempermudah
infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain:
1. Centraal Sarekat Islam (CSI)
sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan yang lemah. Hal ini
dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin cabang memiliki
pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal ini Semaoen
adalah ketua SI Semarang.
2. Peraturan partai pada waktu itu
memperbolehkan keanggotaan multipartai, mengingat pada mulanya organisasi
seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan organisasi non-politik. Semaoen juga
memimpin ISDV (PKI) dan berhasil meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada
tahun 1916 menjadi 20.000 orang pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya
sebagai Ketua SI Semarang.
3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil
panen padi yang jelek mengakibatkan membumbungnya harga-harga dan menurunnya
upah karyawan perkebunan untuk mengimbangi kas pemerintah kolonial
mengakibatkan dengan mudahnya rakyat memihak pada ISDV.
4. Akibat kemiskinan yang semakin
diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka (sistem liberal) dilaksanakan
pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes yang melanda pada tahun
1917 di Semarang.
SI Putih (H.
Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo)
berhaluan kanan berpusat di kota Yogyakarta. Sedangkan SI Merah (Semaoen,
Alimin, Darsono) berhaluan kiri berpusat di kota Semarang. Sedangkan HOS
Tjokroaminoto pada mulanya adalah penengah di antara kedua kubu tersebut.
Jurang antara
SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan Komintern
(Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada
saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua
Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak akan
tercapai bila tetap bekerja sama dengan komunis karena keduanya memang
bertentangan. Di samping itu Agus Salim mengecam SI Semarang yang mendukung
PKI. Darsono membalas kecaman tersebut dengan mengecam beleid (Belanda:
kebijaksanaan) keuangan Tjokroaminoto. SI Semarang juga menentang pencampuran
agama dan politik dalam SI. Oleh karena itu, Tjokroaminoto lebih condong ke SI
haluan kanan (SI Putih).
Penegakan Disiplin Partai
Pecahnya SI terjadi setelah
Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan
desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang keenam 6-10 Oktober 1921
tentang perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan rangkap. Anggota SI
harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan agar SI bersih dari
unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga Tan Malaka meminta
pengecualian bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil karena disiplin partai
diterima dengan mayoritas suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari Muhammadiyah
dan Persis pun turut pula dikeluarkan, karena disiplin partai tidak
memperbolehkannya. Keputusan mengenai disiplin
partai diperkuat lagi dalam kongres SI pada bulan Februari 1923 di Madiun.
Dalam kongres Tjokroaminoto memusatkan tentang peningkatan pendidikan kader SI
dalam memperkuat organisasi dan pengubahan nama CSI menjadi Partai Sarekat
Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI memutuskan untuk
menggerakkan SI Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun 1924, SI Merah
berganti nama menjadi "Sarekat Rakyat".
Perjuangan Sarekat Islam sebenarnya dimulai
tahun 1912-1923, menempuh cara (kooperatif) dengan pemerintah Belanda. Setelah
tahun 1923, sejak terjadi perpecahan dalam tubuh SI, cara perjuangan yang
ditempuh menjadi tidak mau bekerjasama (non kooperatif) dengan penjajah. Tahun
1927, SI mengadakan kongres kembali dan menegaskan bahwa tujuan SI ialah
mencapai kemerdekaan Indonesia berdasarkan agama Islam. Oleh sebab itu, SI
akhirnya menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI). Tahun 1927, nama Partai Sarekat Islam diubah menjadi Partai
Sarekat Islam Indonesia (PSII). Setelah menjadi PSII, semakin terpecah-pecah
lagi menjadi PSII pimpinan Kartosuwiryo dan PSII pimpinan Abikusno, Partai
Sarekat Islam Indonesia, dan PARI pimpinan dr. Sukiman. Organisasi-organisasi
tersebut tetap berdiri hingga zaman Pendudukan Jepang di Indonesia.
Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta. Muhammadiyah
memberikan pengertian yang jelas tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan
ajaran Islam.
Tujuan didirikannya Muhammadiyah antara
lain:
1. Memajukan pengajaran dan dan pendidikan
berdasarkan agama Islam
2. Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan
cara-cara hidup menurut peraturan agama Islam yang diselaraskan dengan
kehidupan modern
Sebagai organisasi yang bergerak dalam
bidang sosial keagmaan. Muhammadiyah memiliki anggota yang sangat banyak. Pada
tahun 1925 organisasi ini telah memiliki 29 cabang, bahkan pada tahun 1929
telah berkembang menjadi 80 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh
Muhammadiyah dalam mencapai tujuannya antara lain:
1. Mendirikan, memelihara, dan membantu
pendirian sekolah-sekolah berdasarkan agama Islam
2. Mendirikan dan memelihara masjid, langgar,
poliklinik, rumah yatim piatu, dan kegiatan-Kegiatan sosial lainnya
3. Menyebarluaskan ketentuan-ketentuan dalam
agama Islam
4. Mendirikan organisasi kepemudaan yang diberi
nama Hisbul Wathan
5. Membentuk lembaga Majelis Tarjih, yaitu
lembaga yang bertugas mengeluarkan fatwa.
6. Dalam menjalankan kegiatannya, Muhammadiyah
juga memperhatikan pendidikan wanita. Organisasi wanita Muhammadiyah diberi
nama Aisyiyah. Tujuan didirikannya ialah untuk membantu memberi pendidikan bagi
kaum wanita Islam Indonesia.